Kembali ke Bali (2)

HARI KEDUA

Yang kami lakukan setelah bangun adalah berenang. Sungguh tiada hari di mana kami tidak berenang. Hahaha.

Pagi itu walau udah jam 9 pagi, tapi kolam renang sepi banget. Cuma ada kami bertiga. Mana airnya hangat, jadi makin menyenangkan untuk berenang. Hampir satu jam kami berenang, setelah itu ke kamar untuk siap-siap check out.

Suami ada pekerjaan yang harus di-update sedikit sehingga harus stay di kamar hotel, sementara saya dan Kaleb memutuskan untuk jalan-jalan lagi di sekitar hotel.

Lagi-lagi ketika kami keluar dari hotel, jalanan Kuta sepi banget. Kayaknya nih orang belum bangun dari party semalam. Karena semalam pas kami pulang jam 9 malam, jalanan Kuta rame banget. Sempat juga terdengar jam 3 pagi, ada orang yang baru masuk kamar hotelnya. Party di mana, dek? Wakakaka.

Foto dulu buat kenang-kenangan

Sungguh matahari Bali benar-benar panas. Akhirnya kami memutuskan untuk ngadem di Beachwalk aja. Tapi ternyata mall di Bali bukanya jam 11 siang. Di sekitar mall, udah banyak orang yang ngemper duduk-duduk demi nunggu mall buka. Yakin banget sih mereka mau ngadem juga. Hahaha. Ya karena orang ngemper di trotoar dan bawah pohon, saya juga ikutan lah. Tapi karena Kaleb nggak mau ngemper, jadi ya udah saya ajak nyeberang ke pantai Kuta biar bisa main-main dulu. Enak ya mall depan pantai.

Walau Kuta pantainya nggak bersih karena banyak sampah, tapi menyenangkan juga kalau buat main-main sebentar, mah. Kaleb yang kebanyakan tahunya pantai Ancol, begitu lihat pantai Kuta yang ada ombaknya dia senang banget. Dari yang tadinya takut-takut kalau kena ombak, malah dia yang mau nyebur nantangin ombak. Untungnya ku peringatkan untuk nggak basah karena kita kan mau nge-mall. Kalau harus balik ke kamar hotel, mayan yes jalannya di bawah terik matahari. Akika lemas!

Jam 11 tepat kami udahan main di pantai dan langsung ke mall. Lucu ya mall di depan pantai gini, ada yang masih pakai baju selam ya masuk aja ke mall, ada yang kakinya penuh pasir kayak kami juga, ada yang atasannya bikini. Pokoknya bebas aja masuk mall.

Kami sarapan roti dan minum boba sambil nunggu papanya selesai kerja. Pengennya sih berendam di lautan es ya saking panasnya. Setelah papa kasih kode udah selesai, kami kembali ke hotel untuk check out.

Review Mercure Kuta: Hotel ini udah cukup lama, ya. Lobinya menurut saya cukup gelap. Begitu pun dengan koridornya cukup gelap. Walau di lantai ada lampu, tapi tetap menurut kami masih gelap. Kamarnya tidak terlalu besar, tapi semua cukup bersih. Tapi yang paling memuaskan adalah infinity pool-nya yang enak banget dan pemandangannya bagus. Selain itu, tempatnya strategis dan dekat dengan Beachwalk. Terima kasih, Mercure Hotel!

Kami makan siang di Pho Thin daerah Dewi Sri tidak jauh dari Kuta. Pengen makan Pho karena kangen yang segar-segar berkuah. Tapi menurut kami toppingnya kurang, ya. Kurang ada toge crunchy. Jadi toppingnya lebih dipenuhi sayuran. Selain itu dagingnya kurang tipis, walau tetap lembut untuk dikunyah. Di Pho Thin cuma ada satu menu makanan. Jadi semua harus pesan menu itu. Pas kami datang, tempatnya cukup penuh. Jadi kami pikir, tempat ini cukup jadi tempat favorit Pho di Bali. Harga Pho-nya Rp 70.000. Lumayan, tapi udah pernah coba Pho yang lebih enak di Jakarta.

Setelah kenyang, kami ke Mall Galeri Bali. APAAA, ke mall lagi? Jadi ceritanya kami udah minta ijin ke guru Kaleb bahwa Kaleb ga bisa sekolah dulu karena ke luar kota. Kaleb udah PTM, kan. Tadinya ibunya saklek nggak mau kasih ujian susulan karena alasannya bukan sakit. Dan saya pun ya udahlah, kalau nggak bisa mau diapain coba. Tapi habis itu gurunya kayak nggak rela Kaleb nggak ikut quiz, jadi dia membujuk saya kalau hari di mana Kaleb quiz, Kaleb ikutan aja online. Nggak papa nggak pake baju seragam, tapi kalau bisa pakai kemeja putih. Nggak ada buku nggak papa, asal ada alat tulis. HAHAHAHA kocak, malah gurunya yang nggak rela Kaleb nggak quiz dan ketinggalan pelajaran. Padahal orang tuanya santai. Namanya juga sekolah Katholik, kan. XD Jadi kami mau ke Matahari untuk cari kemeja putih.

Nah, beda dari Beachwalk yang kelihatannya mall untuk para turis dengan busana minim layaknya ke pantai, di MBG ini kebanyakan orang lokal dan ruameee banget. Bahkan masuk ke mall-nya aja antri. Untungnya cepat dapat kemeja putih polos sehingga kami buru-buru keluar. Nggak tahan ya bok rame banget orang. Jiwa introvertku meronta-ronta.

Tujuan kami berikutnya adalah Hotel Hilton Nusa Dua.

Jadi kami memutuskan untuk menikmati satu hari penuh di hotel saja karena fasilitasnya yang lengkap dan ada pantai yang bagus juga. Nggak perlu ke mana-mana lagi.

Sampai di Hilton, tiba-tiba resepsionis bilang kamar kami di-upgrade. OMG seumur hidup nggak pernah di-upgrade, sekalinya di-upgrade pas di Hilton. Rasanya pengen langsung sujud syukur di pinggir pantai nggak, sih. XD

Kamarnya cakep dan luas banget. Tempat tidurnya besar dan buat bertiga aja masih sisa banyak space. Amenities yang dikasih juga lengkap. Plus ada bathtub. Dan yang paling spesial adalah pemandangan langsung ke laut. Duh, benar-benar cantik banget, deh. Oh ya, pintunya juga otomatis. Jadi kalau dibuka pintu ke arah balkon, maka AC kamar mati. Kalau ditutup, nyala otomatis. Wow, aku amazed! Hahaha!

Tapi kabarnya karena hotelnya membelah hutan, jadi masih banyak monyet berkeliaran di sekitar hotel. Jadi diharapkan nggak meninggalkan makanan di balkon supaya tidak dimampiri monyet. Biasanya monyet-monyet ini berkeliaran setiap pagi atau sore. Cuma kalau ada orang di dalam kamar, mereka nggak berani masuk, kok. Sepanjang kami nginep di situ, nggak ada monyet masuk ke kamar, sih.

Setelah istirahat sebentar, kami memutuskan untuk berenang. Ternyata menuju bagian pantai dan kolam renangnya jauh banget. Harus naik turun lift dan pindah wings hotel. Karena hotelnya terletak di lembah dan bukit jadi contour hotel mengikuti tanahnya.

Jalan jauh dan sempat tersesat menuju pantai ternyata nggak sia-sia karena menuju sana aja udah kelihatan pemandangan yang cantik banget. Kayak pemandangan di lukisan atau film-film. Kolam renangnya ada 3 bagian: ada kolam anak-anak yang berbentuk seperti pantai dengan pasir buatan jadi anak-anak yang masih takut ke pantai bisa main pasir di sini. Kolam anak-anak ini dilengkapi dengan net untuk voli air dan basket air. Bolanya juga disediakan. Di sebelahnya ada lapangan rumput untuk main bola lengkap dengan dua gawangnya. Lalu ada kolam panjang dan besar dengan ketinggian lebih dalam untuk orang-orang dewasa. Lalu yang terakhir ada jacuzzi berisi air hangat yang pemandangannya menuju laut. Cakep banget.

Di sebelah kolam renang, ada pantai dengan pemandangan yang bagus banget. Disediakan bed juga untuk duduk-duduk dan ada restoran kecil di sampingnya. Semakin sore semakin banyak orang yang main ke pantai karena ombaknya yang bersahabat. Kaleb sampai nggak mau disuruh pulang karena ini pengalaman pertama yang dia ingat (sebelumnya ke Bali doi masih balita, ke Ancol nggak ada ombak, ke Anyer, ombaknya kecil), dia main dengan ombak lebih menantang. Setelah selesai dari pantai, Kaleb lanjut lagi ke kolam anak-anak sampai gelap. Kayaknya kami baru selesai setelah melihat orang hotel mulai membersihkan bed-bed dan mengisyaratkan kolam renang akan ditutup.

Selesai berenang, kami lanjut lagi berendam di bathtub di kamar. Sungguh lama-lama kami jadi mermaid karena setiap waktu kerjanya di air terus. Tapi bener deh liburan leyeh-leyeh berenang santai gini adalah hal yang kami sukai banget dan sulit dilakukan di Jakarta.

Setelah puas berendam, baru deh sadar kalau udah jam 8 malam lebih dan kami belum makan malam. Suami dan Kaleb ngidam makanan lokal. Jadi kami cari babi guling. Sayangnya, Warung Babi Guling Pak Malen favorit kami udah tutup. Dan kebanyakan babi guling juga udah mau tutup. Huhu. Jadi kami cari babi guling yang buka sampai malam banget: Warung Babi Guling Bu Dayu di Kuta yang buka sampai jam 2 pagi.

Sampai di Bu Dayu, ternyata tempatnya super rame dan terlihat orang antri panjang banget. Tapi pergantiannya cepat, kok. Dan nggak semua yang antri makan di tempat, banyak yang take away juga setelah lihat ramai banget. Untungnya tempatnya outdoor, jadi relatif lebih aman.

Menurut kami babi guling Bu Dayu ini enak, tapi masih lebih enak Pak Malen. Mungkin karena babinya Pak Malen lebih crunchy, ya. Tapi ya Bu Dayu tetap enak, kok. Terutama buat Kaleb yang dalam sekejap makanannya habis dan dia bilang dia suka banget.

Dengan kenyangnya perut kami, berakhirlah hari ini. Sampai ketemu besok di hari ketiga.

Kembali Ke Bali (1)

Halo!

Udah lama banget saya nggak cerita apa-apa di sini. Tapi kali ini mau cerita liburan ke Bali yang akhirnya dilakukan selama pandemi. Super excited!

Liburan ini boleh dibilang mendadak banget karena dari beli tiket dan mempersiapkan semuanya cuma dalam waktu seminggu. Sebagai orang yang harus selalu merencanakan segala sesuatu jauh-jauh hari, pandemi mengajarkan sebaliknya. Saking nggak jelasnya situasi yang sebentar kasusnya turun, eh nggak lama tiba-tiba PPKM diperketat. Dahlah, semua rencana jadi berantakan.

Jadi karena suami tiba-tiba bilang kalau di bulan puasa ini kerjaannya lagi longgar sehingga dia bisa cuti dan kebetulan kasus covid sedang rendah, jadi kesempatan untuk pergi ke Bali. Selain itu dipilih bulan puasa supaya Bali nggak terlalu rame juga.

HARI PERTAMA

Berangkat dengan menggunakan Air Asia (yang udah nggak murah lagi) jam 9.30 pagi. Bandara nggak terlalu ramai, tapi bukan yang sepi banget. Jadi cukup normal lah. Rasanya senang banget bisa menginjakkan kaki di bandara lagi setelah sekian lama. Walau cukup sedih karena beberapa toko tutup.

Kangen bandara!

Seperti yang sudah diduga, ada perubahan peraturan penerbangan beberapa hari sebelum berangkat. Tadinya sudah bisa naik pesawat tanpa tes sama sekali. Tapi karena berdekatan dengan libur lebaran dan mudik, jadi selama bulan April orang-orang yang sudah booster tidak perlu tes, tapi yang masih 2 kali vaksin perlu antigen 1×24 jam. Saya dan suami udah booster jadi aman, tapi Kaleb perlu antigen karena masih 2 kali vaksin. Selain itu perlu mengisi e-Hac yang lucunya di Soetta nggak dicek juga.

Kalau antrian yang masukin bagasi cukup panjang, tapi kalau kayak saya yang nggak pakai bagasi dan masuk cabin aja langsung bebas melenggang ke boarding room setelah web check in. No riweuh-riweuh club.

Perjalanan di pesawat berjalan dengan lancar dan cuaca cerah banget. Tapi sebagai orang yang phobia terbang dan baru naik pesawat lagi setelah dua tahun, sungguh tangan dingin dan berdebar-debar banget. Setiap ada turbulance kecil rasanya mau pingsan. Sepanjang perjalanan berusaha mindful breathing dan baca buku yang dibawa sambil dengerin spotify. Lumayan membantu, sih.

Sampai di Bali disambut cuaca cerah ceria panas terik. Untungnya sewa mobil sudah datang tepat waktu. Kami pesan dari Wirasana Rent A Car yang bisa dipesan via Traveloka yang pelayanannya oke banget dan mobilnya bersih. Seperti biasa kalau kami ke Bali, kami memilih untuk lepas kunci. Apalagi kalau nggak ada itinerary kayak sekarang jadi mau pakai mobilnya suka-suka dan biar supirnya nggak gabut. Hehehe.

Tujuan pertama kami adalah Mak Beng di Sanur. Walau udah lewat dari jam makan siang, tapi Mak Beng cukup ramai sehingga kami harus antri. Senangnya di Bali adalah banyak restoran yang open air alias semi-outdoor atau outdoor sehingga udara mengalir lancar sehingga lebih aman di masa pandemi kayak gini.

Sayangnya, Mak Beng udah nggak seenak dulu, ya. Hiks, sedih. Menurutku yang kurang adalah rasa sop ikannya yang kurang nendang atau kurang berbumbu kayak dulu. Kalau soal garingnya ikan gorengnya sih masih enak. Cuma sopnya aja yang kurang memuaskan. Tapi buat Kaleb yang baru pertama kali coba Mak Beng, dia suka banget, sih.

Sehabis dari Mak Beng kami check in di Mercure Kuta. Kami pilih hotel ini karena di hari pertama kami mau santai-santai di tengah kota dan pilih yang bisa ke mana-mana jalan kaki aja. Tadinya kami sedih karena kok Kuta masih sepi, ya. Beda banget dari dulu. Tapi ternyata menjelang sore, Kuta rame, bahkan mobil-mobil macet. Senang banget kalau Kuta nggak tampak seperti kota mati.

Kami pilih makan malam di Beachwalk karena kami anak mall sejati. Udah capek, pilih makanan yang ada di depan mata aja. Sekalian mau ke Candylicious yang bikin Kaleb senang banget lihat hamparan cokelat dan permen. Kalaplah dia semua mau dibeli, terutama untuk cokelat-cokelat yang dia lihat di Youtube. Sungguh anak kecil kalau kalap lucu banget.

Karena bertepatan dengan jam buka puasa dan restoran di Beachwalk penuh di mana-mana, akhirnya kami makan di foodcourtnya: bakmi kepiting. Yang mana cukup enak, lho. Setelah itu, kami muter-muter lagi cuci mata sampai capek. Kemudian jalan kaki kembali ke hotel untuk istirahat.

Hari pertama nggak ngapa-ngapain aja kami udah senang banget karena nggak terlalu capek dan ngotot harus ke sana ke mari. Ternyata kami suka liburan yang benar-benar santai. Supaya nanti pas pulang nggak butuh liburan setelah liburan. Hahaha.

Post berikutnya akan bercerita tentang hari kedua, ya.

14 Hari Isoman

Wah, udah hampir 2 tahun nggak nulis blog sama sekali. Padahal dulu rasanya minimal seminggu sekali harus nulis. XD

Hari ini kembali nulis karena mau mengabadikan satu kejadian yang nggak akan terlupakan: Kaleb positif Covid19.

DUAR!

Sebagai orang yang sungguh parno-an banget selama pandemi ini, kejadian ini sungguh menampar hati saya. Bayangin selama 1,5 tahun pandemi, saya benar-benar freak banget nggak kumpul-kumpul sama teman. Circle saya cuma keluarga inti saya dan keluarga inti suami, lalu kantor saja. Itu pun karena kantor masih shift WFH dan WFO, jadi saya masih sendirian di ruangan saya dan hampir nggak pernah ngobrol dengan orang-orang kantor lainnya. Kalau ada klien, saya membuka jendela lebar-lebar, double mask, dan pake face shield. Sungguh pokoknya jiwa parno saya ini bikin saya yang paling ribut di grup WA keluarga mengingatkan orang-orang untuk patuh prokes dan vaksin.

Makanya ketika di tanggal 6 Juli lalu Kaleb demam, udah deh saya langsung parno banget. Saya langsung minta seluruh anggota keluarga pake masker, termasuk Kaleb. Waktu itu saya masih berpikiran baik bahwa siapa tahu bukan covid karena saya, suami, dan Mbak di rumah tidak merasakan gejala apapun. Ditambah lagi Kaleb adalah satu-satunya orang di rumah yang udah full sebulan di rumah saja. Saya 5 hari sebelumnya masih WFO, tapi setelah itu full WFH di rumah. Suami udah sebulan full WFH. Mbak tidak diijinkan keluar rumah sama sekali selama pandemi. Tapi di tanggal 5 Juli Mbak keluar rumah untuk vaksin, ditemani suami.

Ketika Kaleb demam, kami masih tidur barengan tapi sudah pakai masker. Malamnya Kaleb mual dan muntah. Subuhnya dia merasakan tenggorokannya sakit. Dahlah, langsung cemas karena kok kayak ciri-ciri covid, ya. Merasa bersalah karena kalau covid berarti saya dan suami mungkin OTG dan menjadi penyebabnya. Hiks.

Keesekokan harinya demam Kaleb turun, tinggal mual dan pusing. Sudah tidak muntah lagi. Tapi untuk memastikan, saya berkonsultasi dengan DSA Kaleb. Ia meminta kami untuk tes covid langsung saja. Akhirnya sorenya kami membawa Kaleb untuk tes antigen Kaleb. Tiga puluh menit kemudian hasilnya keluar positif.

Saat itu juga saya langsung menangis karena takut dan merasa bersalah kok bisa kecolongan Kaleb kena covid. Sedih banget rasanya hal yang paling saya takutkan kejadian. Saat itu juga saya, suami, dan Kaleb tes PCR untuk memastikan apakah saya dan suami juga positif. Kami langsung meminta Mbak untuk isoman di kamarnya walau tidak bergejala. Suami tidak tidur sekamar. Saya dan Kaleb, cuma kebetulan ada 2 tempat tidur jadi kami tidur terpisah. Untungnya ada keluarga yang baik banget langsung take over soal makanan kami 14 hari ke depan. Lalu membantu kami menghubungi dokter dan membelikan obat.

Keesokan subuhnya kami mendapatkan hasil tes PCR. Kaleb terkonfirmasi positif, sementara saya dan suami negatif. Jujur, ini cukup mengejutkan kami karena sampai nulis blog ini saya nggak tahu Kaleb bisa tertular dari mana. Mbak kami tes 5 hari kemudian di Puskemas dan hasilnya negatif. Sementara goal kami adalah Kaleb sembuh dan kami berdua tetap negatif sampai akhir isoman.

Untungnya Kaleb termasuk gejala ringan. Obat yang kami pakai hanya yang sesuai gejala saja dan nggak sulit didapat. Sementara vitamin lainnya kebetulan juga mudah didapat: Apyalis, Imunped, Imboost Kids, dan madu. Ditambah buah setiap hari, makanan bergizi, dan berjemur. Kami serumah makan makanan yang sama, nggak ada yang dibedakan. Kami menganggap semua positif aja. Jadi perlakuannya sama.

Lucunya, karena melihat kasus meroket tinggi. Akhir Juni kemarin saya mulai stock vitamin untuk kami serumah, termasuk Mbak dan beli oxymeter. Saya malah sempat tanya ke suami, apa nih tindakan kita kalau ada orang di rumah kita yang positif. Bukannya mengharapkan ada yang positif. Tapi melihat trend kasus yang tinggi dan semakin dekat circle-nya, serta udah acak banget datangnya, sementara saya masih ada WFO dan seminggu sekali suami masih ke pasar, ya masih ada kemungkinan kami kena. Selama masih ada orang yang keluar, kami masih bisa kena. Dan benar saja kejadian ke kami sehingga walau tetap stres, tapi kami cukup siap dengan alat perang yang sudah dipersiapkan.

Gejala Kaleb yang demam hilang dalam sehari, mual, muntah, pusing hilang dalam 2 hari. Beberapa hari kemudian anosmia tapi cuma berlangsung 3-4 hari. Kondisinya sangat baik, aktif. Bahkan di minggu kedua isoman, Kaleb bisa ikut zoom sekolah. Saturasi oksigen kami serumah setiap hari bagus. Jadi sebenarnya secara fisik kami semua sehat.

TAPI… isoman itu bukan cuma soal fisik. Tapi lebih ke soal mental. Ada hari-hari di mana saya nggak bisa tidur semalaman, cemas meningkat, lalu emosi meledak-ledak. Capek fisik dan mental. Jujur sungguh 14 hari yang naik turun bagai perosotan. Tentu saja saya membiarkan emosi itu keluar. Kalau perlu nangis ya nangis, kalau mau marah ya marah. Saya nggak menahan semua emosi itu demi “Hati-hati nanti imunnya turun” karena saya percaya stres yang saya alami masih wajar dan saya menjaga fisik saya dengan cukup baik. Prokes sudah seketat mungkin yang bisa saya lakukan dan saya masih rutin olahraga di rumah ketika isoman. Wohoo mantap serasa calon atlet rajin olahraga. Hahaha.

Satu lagi yang bikin eneg sama isoman: pakai masker 24 jam, termasuk ketika tidur itu nggak enak. Engap banget. Bahkan bikin kuping kamu lecet dengan tali masker. Duh, nggak banget, deh.

Sebenarnya karena Kaleb hanya bergejala 3 hari, kami boleh selesai isoman di hari ke-10. Tapi kami teruskan saja sampai hari ke-14 biar mantap. Walau Kaleb udah kayak orang sehat, ya. Puji Tuhan yang bikin isoman kami lancar adalah Kaleb masih bagus makannya dan minumnya jadi nggak dehidrasi dan harus ke rumah sakit. Nggak paham lagi deh kalau waktu itu harus ke rumah sakit, sementara rumah sakit di Jakarta lagi chaos dengan kasusnya yang tinggi. Serem, cuy!

Hari ke-14, tepat sehari setelah saya ulang tahun, saya dan Kaleb tes lagi. Kenapa hanya saya dan Kaleb? Karena saya yang tidur sekamar dengan Kaleb, jadi saya kontak erat banget, kan. Saya mau memastikan bahwa saya nggak terpapar. Sementara kalaupun Kaleb masih positif, kami akan tetap selesai isoman karena setelah 14 hari, virusnya tidak menularkan lagi.

Puji Tuhan, hasilnya negatif. Negatif terindah seumur hidup. Saya dan Kaleb langsung teriak-teriak bahagia di mobil. YEAAAAYYY, Kaleb sembuh dan kami semua tetap negatif. Sungguh 14 hari yang nggak akan terlupakan. Kalau dipikir-pikir, kami yang dewasa ini tetap negatif mungkin karena sudah vaksin, ya. Sementara Kaleb vaksinnya dari bayi lengkap jadi gejalanya ringan banget. Sungguh, vaksin bekerja sangat baik di keluarga kami. Kalau nggak karena vaksin pasti sekeluarga akan kena. Jadi kelen buruan pada vaksin, woy!

Tapi ternyata efeknya ga berhenti di 14 hari isoman saja. Sampai sekarang kayaknya saya masih cemas deh kalau lihat kerumunan dan orang-orang. Masih merasa tidur belum selelap biasanya. Nggak ada enak-enaknya deh kalau kena corona. Huek!

Semoga vaksin makin banyak dan coronces hilang dari muka bumi, ya. Semoga habis ini cuma ada berita baik. Amin!

Ninggalin Anak Pas Jadi Ibu

Wow, kira-kira udah sewindu ya, saya nggak update blog lagi. Lebih sering main Instagram karena bisa langsung cepat nulis kalau lagi punya ide. Hehehe. Btw, follow dong Instagram saya di @naomitobing. #eaaa #ujungujungnyamintadipromo

Karena kemarin lagi baca IG story @annisast tentang pergi ninggalin anak, saya juga mau cerita pengalaman saya, deh.

Pertama kali ninggalin anak itu pas Kaleb umur 2 minggu. WOW, muda sekali udah berani ditinggalin. *ibuk-ibuk julid mulai bereaksi XD* Waktu itu saya nggak pede banget sama penampilan, saya. Udahlah masih gemuk, rambut gondrong tak tentu arah. Bener-bener bikin males ngaca banget. Beberapa kali kesebut pengen potong rambut, tapi tentu saja nggak saya lakukan karena hey ada anak bayi mepet terus di ketekku. XD

Mama mungkin kasihan ya lihat anaknya sepet banget. Jadi dia bilang, “Udah sana ke salon. Nanti Kaleb sama Mama. Keluarin aja ASIP 2 botol.” APA KELUARIN ASIP! Sungguh sebagai ibu bekerja yang nasib makanan Kaleb tergantung sama ASIP ku tak rela. Mana sekali dapatin 100 ml tuh butuh 3 kali mompa dalam sehari. Saya pelit banget deh sama ASIP.

Tapi karena udah eneg sama diri sendiri, jadilah setelah mikir beberapa hari, saya merelakan 2 ASIP saya. Lalu, saya pergi ke salon potong rambut, dan langsung balik lagi. Sekejap jadi merasa fresh dan kece. Kepercayaan diri naik dan hati langsung happy. Apakah pas pergi ke salon merasa bersalah dan kangen anak? Nggak. HAHAHA. Because I knew I needed it so much.

Pergi ninggalin anak kedua pas nonton bioskop. Kaleb waktu itu usianya masih sebulan. WOW, tega sekali! LOL! XD Jadi Mama saya nonton satu film bagus. Dia bilang ke saya dan adik untuk nonton film itu saking bagusnya. Tapi kan saya bingung gimana dengan Kaleb. Mamaku baik hati banget. Dia bilang dia akan ikut ke mall dan jagain Kaleb di luar selama kami nonton. Jadi dia akan nongkrong di resto aja. Jadilah saya bisa nonton dengan tenang.

Untuk pergi ninggalin ke luar kota sendiri, lumayan jarang karena saya jarang dinas. Tapi tentu saja pernah. Saya dinas ke luar kota dan ninggalin Kaleb. Yang pertama kali sama orang tua saya, dan yang kedua kali sama suami saya. Setiap kali saya pergi saya nggak pernah mellow dan santuy kayak di pantay. Pokoknya saya nggak pernah merasa bersalah untuk hal-hal yang butuh saya lakukan sendiri. Jadi Kaleb juga nggak terlalu kepikiran.

Sebagai seorang Ibu yang baru 4,5 tahun ini, saya belajar bahwa menjadi diri sendiri juga penting. Nggak semua hal harus dilakukan untuk dan demi anak. Ada hal-hal yang harus dilakukan karena saya perlu jadi Naomi. Bukan jadi ibu. Demi kewarasan saya, demi saya bahagia, dan jadi ibu yang lebih baik untuk Kaleb.

Tapi ada rules yang saya tetapkan buat diri saya sendiri. Saya usahakan weekend itu buat Kaleb. Kalau pun saya harus ketemu teman di weekend, ya saya ajak. Kalau harus kerja di weekend, ya juga saya ajak. Di weekdays pun, saya pastikan nggak tiap hari saya pakai habis pulang kantor buat senang-senang. Paling sekali dalam satu minggu aja. Itu pun saya pastikan suami harus pulang cepat jadi Kaleb tahu ada orang tuanya yang udah pulang main sama dia.

Intinya, sebagai ibu jangan merasa bersalah ketika melakukan hal yang kita senangi. Kita sudah menjadi ibu yang baik, tapi kita butuh menjadi diri yang juga baik. Nggak semua-muanya harus selalu tentang anak. Tetap lakukan hal yang kita sukai dan bikin kita recharge.

Be a happier you to be a happier mother. 🙂

 

Review Ellips Hair Vitamin Pro Keratin: Bye Bye Rambut Rusak!

Saya ini paling suka utak-atik rambut. Saya baru berani mewarnai rambut itu beberapa bulan sebelum hamil. Eh, tapi nggak lama hamil jadi nggak berani mewarnai rambut selama hamil. Setelah melahirkan, hal pertama yang saya lakukan adalah potong rambut dan mewarnai rambut. Pokoknya saya merasa harus berasa kece setelah melahirkan karena bentuk badan saya udah nggak karuan banget. Hiks.

Sejak itu saya jadi ketagihan banget mewarnai rambut. Tiap rambut diwarnai berbeda, saya merasa wajah saya bisa berubah sesuai dengan rambutnya. Senang banget merasa fresh dan baru lagi dengan rambut yang berbeda.

IMG_3815

Pernah pirang. Hahahaha!

Pirang

IMG_4014

Udah diwarnai, lalu dicatok setiap hari, hasilnya….. kelihatan banget kan itu rambutnya kering kerontang

Selain suka warnain rambut saya setiap hari wajib banget dicatok supaya rambut rapi. Jadi rambut asli saya itu keriting acak-acakan banget dan saya nggak tahan banget kalau harus keluar dengan rambut bak singa. Pokoknya tiap keramas saya harus ribet ngeringin rambut pake hair dryer. Setelah kering lalu dicatok. Kalau pakai hair dryer cuma pas baru keramas aja, tapi pakai catokan itu setiap hari. Kayak kemarin saya baru keramas dan lupa bawa catokan ke kantor, asli hidup rasanya resah banget. Sampai niat banget siangnya mau ke salon biar bisa diblow. Untung aja dapet pinjeman catokan jadi bisa dipakai. Huhu segitu ketergantungannya.

story_1560910880803

Setiap hari wajib catokan. Walaupun rambut udah rusak, aku tetap maksa catokan tiap hari sampai rambut patah-patah dan rapuh banget.

Akhirnya rambut saya jadi makin rusak. Kering, patah-patah, dan rontok. Beneran kayak sapu ijuk. Tapi udah rusak kayak gitu aja, saya masih tetap keukeuh nyatok tiap hari. Gila banget sih, rambut saya benaran nggak dikasih napas. Jadi tiap nyatok, rambutnya makin kres kres kres patah. Ngeri liatnya. Hahaha.

Pada saat lagi sedih-sedihnya sama kondisi rambut yang serasa hidup segan, mati pun tak mau, saya dikirimin paket lengkap Ellips. Saya langsung cobain semua rangkaian produknya. Dua kali seminggu saya hair mask rambut saya dan pakai hair vitaminnya setiap habis keramas dan sebelum dicatok. Hair vitamin Ellips ini mengandung pro keratin complex sehingga merawat dan menutrisi. Rambut jadi pulih kembali dan memberi proteksi pada rambut. Seri pro keratin complex ini bikin rambut 2 kali lebih sehat dan 2 kali lebih lembut. Rambut jadi tidak bercabang, rontok, dan kering lagi. Saya pakai yang warna pink untuk merawat rambut rusak. Tapi Ellips hari vitamin Pro Keratin ini punya 3 varian yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan kalian aja.

IMG_20190527_185854_552

IMG_20190527_185854_556

Ellips hair vitamin Pro Keratin jadi andalan dan jadi penyelamat banget ini pas lagi rambut kering dan rusak

Karena kemasannya yang imut-imut jadi saya gampang bawa dan naro di setiap tas saya jadi saya nggak bakal kelupaan pakai. Cara pakainya pun gampang tinggal digunting ujungnya, taruh di telapak tangan, dan usapkan pada rambut. Dipakainya setelah habis keramas ketika rambut mulai setengah kering. Biasanya saya keramas pagi hari, rambut dibiarkan basah, baru sampai kantor ketika rambut sudah setengah kering saya pakai Ellips hair vitamin Pro Keratin. Kalau sudah kering, saya catok deh rambutnya. Teteeep ya harus dicatok mah kalau saya. Hahaha.

Dua minggu pakai seluruh rangkaian Ellips bikin rambut saya jadi tidak kering dan patah-patah lagi. Plus pointnya lagi rambut saya jadi lembut banget. Senang banget karena saya sempat hopeless banget kan sama rambut rusak, kering, patah-patah. Bahkan sampai saya babat rambut sampai pendek banget. Tapi paling benar emang harus merawat rambut dengan teratur dan jaga asupan makan ke tubuh kita supaya bikin rambut lebih kuat.

2019_0602_19363700

Kelihatan banget kan rambutku nggak rusak lagi. Nggak ada rambut kering, patah-patah, apalagi rontok. Sehat kayak baru ke salon.

2019_0602_19365600

Pokoknya sekarang kalau catokan udah nggak takut lagi. Rambut nggak kres kres kres jatuh.

Jadi kesimpulannya, apakah saya akan pakai lagi hair vitamin Ellips hair vitamin Pro Keratin. IYA BANGET. Rambut saya jadi lembut, nggak kering, dan wangi banget. Pelajaran banget buat saya kalau rajin warnain rambut dan catok setiap hari harus banget pakai hair vitamin biar rambut tetap sehat dan nggak ngambek lagi.

Karena rambut saya sudah kuat dan nggak rontok lagi sekarang, jadi mau warnain rambut lagi, deh. Kira-kira warna apa ya yang cocok buat saya? Hehehe.

Kalau mau tahu lebih banyak tentang Ellips hair vitamin Pro Keratin, bisa dicek ke sini:

Instagram dan Facebook

 

Balada Mbak Nggak Balik

Haloooo ibu-ibu, gimana kabarnya?

Kabar saya sungguh lelah luar biasa karena nggak punya Mbak. *sad* Jadi Mbak saya kemarin itu Mbak kesayangan saya banget. Rajin, nggak pernah ngeluh, nggak drama sama sekali, nggak suka keluar-keluar, sayang sama Kaleb. Beuh, she’s all I’ve ever asked for. Ciyeee! Mana udah bertahan selama 3 tahun pula, kan. Gimana nggak tambah zheyeng.

Tapi di tengah hubungan yang lagi sayang-sayangnya ini, si Mbak bilang sudah pesan tiket untuk pulang Lebaran nanti. Oke, tak masalah. Seperti biasa, saya tanya kapan baliknya. Dia jawab nanti dikabari. Oke, nggak papa juga. Tiap tahun dia pulang emang begitu selalu nggak kasih tahu kapan pulangnya, tapi pasti pulang. Dia pasti nggak bawa semua bajunya ke kampung.

Tapi feeling saya kok nggak enak, ya. Jadi pas pulang saya tanya lagi langsung, “Kamu balik lagi nggak nanti?”. Trus dia jawab nggak tahu. DEG! Udah deh perasaan udah nggak enak. Setelah dikorek-korek, dia bilang dia mau bantuin ibunya dulu bangun rumah. Mungkin mau kerja di pabrik dekat rumah, tapi setelah selesai rumahnya bisa juga dia kerja di Jakarta lagi. Nggak tahu kapan. Pantang menyerah, saya tanya masalahnya apa kok tanpa angin dan hujan dia nggak mau balik, jawabnya, “Ibu baik banget kok sama saya. Saya aja yang mau bantuin ibu saya di kampung.” DUAAR! Kayak lagi putus pas sayang-sayangnya dan alasan dia adalah, “Bukan salah kamu, salah aku yang nggak pantas buat kamu.” Alasan kamoooh! Hati ini sakit banget, lho.

Efeknya beneran kayak putus cinta. Saya ngambek dan nggak mau ngomong sama dia. Kayak terlalu perih aja setiap ngeliat dia. Saya jadi jarang panggil dia, jarang minta tolong, jarang interaksi. Terlalu sakit. Saya uring-uringan banget sampai suami juga bingung.

Di hari H dia pulang, saya pergi seharian karena saya tahu dia bakal pulang malam. Saya nggak sanggup deh lihat dia pulang. Dan benar aja pas dia pulang, saya berusaha sedingin mungkin. Kemudian saya cek kamarnya dan semua bajunya dibawa. HUWAAAA!

Dan sejak itu hariku tak pernah sama lagi. Setelah 3 tahun hidupnya dimudahkan, sejak nggak ada Mbak saya berjibaku dengan semua pekerjaan rumah tangga, masak (ini saya paling benci), dan nyuapin Kaleb. Seminggu pertama itu stres banget, lho. Ada masanya saya nangis terisak-isak karena berduaan aja di rumah sama Kaleb, sementara suami masih kerja. Tapi pas suami udah bisa libur hidup jadi lebih mudah, sih.

Sampai sekarang masih belum dapat Mbak walau udah menghubungi penyalur. Tapi nggak tahu deh hati saya udah siap belum untuk menerima Mbak baru. Membayangkan kalau bakal dapat Mbak yang sebaik kemarin aja tuh saya takut. Takut drama, takut nggak baik, takut suka nyuri, dan takut-takut yang lain. Stres banget. Drama Mbak ini sungguh efeknya nyata bagi kesehatan psikologis saya. Sepele tapi berat. Hiks!

Gimana dengan kalian apakah Mbak udah datang atau mangkir?

 

Tentang Bertengkar di Depan Anak

Sepanjang saya menjadi seorang ibu, salah satu fase di mana saya sedih banget dan merasa bukan jadi ibu yang baik karena saya bertengkar dengan suami di depan anak. Kami cuma bertengkar mulut, tapi tentunya dengan nada tinggi. Kaleb diam saja, mukanya terlihat cemas melihat kami bertengkar, tapi dia masih sok cool dengan main-main santai kayak biasanya. Yang membuat saya merasa bersalah adalah secara teori yang umum, saya tahu banget bahwa harusnya nggak boleh berantem di depan anak. Kalau berantem, orang tua harus nggak boleh ketahuan sama anak.

Dari pengalaman sebagai anak, ketika orang tua saya bertengkar, saya jadi merasa takut dan mereka akan bercerai. Padahal berantem mereka ya biasa-biasa aja, nggak kekerasan di dalamnya. Tapi karena saya hidup di dunia ideal dan orang tua saya tidak pernah membicarakan apakah konflik yang terjadi bisa diatasi atau tidak, saya jadi punya ketakutan sendiri ketika mereka bertengkar.

Saya kemudian belajar (dan didukung oleh penelitian terbaru) bahwa tidak semua argumen dan konflik yang dilakukan orang tua di depan anak akan berakibat buruk. Pasti sebagai orang tua kita berusaha banget nggak berantem di depan anak, tapi kan kadang-kadang kelepasan juga, ya. Well, after all we’re humans. Manusiawi banget. Patokannya adalah konflik dan argumen tersebut tidak boleh destruktif dan melukai.

Adam Grant, profesor Psikologi dari Wharton School of Bussiness, menjelaskan bagaimana berantem yang sehat di depan anak agar anak lebih pintar dan kreatif. Banyak anak yang diajarkan bahwa berantem itu perilaku buruk, tapi argumen atau konflik dalam keluarga jika dilakukan dengan tepat akan menghasilkan solusi yang membantu anak untuk membangun karakternya, membuat mereka siap untuk dunia sebenarnya, dan memperbolehkan mereka untuk berpikir mandiri dan mencari solusi yang kreatif ketika ada yang tidak setuju dengan pendapatnya.

Saya tetap berusaha untuk tidak sering berantem sama suami depan Kaleb, tapi saya juga tidak mau menciptakan “ilusi” bahwa dunia itu sebegitu indahnya sampai tidak ada konflik yang harus diselesaikan sama sekali. Keluarga suami saya adalah tipe keluarga yang tidak pernah menunjukkan ada konflik sama sekali di depan anak-anaknya. Sehingga suami terkaget-kaget dengan tipe keluarga saya yang frontal banget kalau ada konflik bisa saling berantem, tapi pada akhirnya baikan. Sementara keluarga dia, konflik itu disimpen seolah-olah semuanya berjalan mulus yang mengakibatkan dia sulit sekali jika berhadapan dengan konflik.

Oleh karena itu, ketika kami membesarkan Kaleb, kami sepakat melakukannya dengan terbuka. Ketika kami keceplosan harus bertengkar di depan Kaleb, kami langsung berdiskusi dengan Kaleb tentang apa yang terjadi. Saya biasanya bilang, “Maaf ya Mami dan Papa berantem depan Kaleb. Keluarga kadang-kadang berantem. Kayak Kaleb kadang-kadang berantem sama Mami, kan? Habis berantem biasanya kita ngapain, Kaleb?”

Lalu dia menjawab, “Baikan, Mami.” Lalu dia menyodorkan jari kelingkingnya untuk dikaitkan dengan jari kelingking saya sebagai tanda baikan.

“Setelah baikan habis itu tetap saling sayang nggak?”

“Tetap sayang.”

“Nah, keluarga itu begitu. Kadang-kadang kita berantem tapi kita akan selalu baikan dan tetap saling sayang. Jadi Kaleb nggak usah sedih, ya.”

“Iya. Kaleb nggak sedih.”

Lalu biasanya saya dan suami akan menunjukkan di depan Kaleb bahwa kami sudah baikan dengan saling pelukan atau kalau dalam hal ini, saling mengaitkan jari kelingking kami berdua sebagai tanda baikan di depan Kaleb. Saya memastikan Kaleb mendapatkan closure yang tepat.

Saya ingin Kaleb paham bahwa family also argue and fight, but we always resolve the problems and love each other. Saya ingin Kaleb belajar bahwa konflik itu memang selalu ada dan bagian dari hidup, tapi yang penting bagaimana konflik itu diselesaikan dengan baik. Konflik itu sehat dan tidak perlu dihindari.

Kalau kalian ada yang dilakukan kan ketika harus bertengkar dengan pasangan?

 

 

 

 

Jalan-Jalan ke Skyworld di TMII

Long weekend kemarin sehabis saya ada pasien, tiba-tiba punya ide untuk ke TMII bareng Kaleb dan Bapake. Seingat saya pas kecil saya ke sana seru banget lihat banyak budaya Indonesia. Jadilah kami berangkat ke sana setelah makan siang.

Dan ternyata bertepatan dengan hari ulang tahun TMII sehingga tiket masuk yang dibayarkan hanya tiket mobil saja sebesar Rp 15.000. Sementara tiket per orang digratiskan. Hore, beruntung banget!

TIDAK JUGA!

Karena begitu masuk MACET TIADA TARA sampe nggak gerak. *CRY!*. Di hari weekend biasa aja mungkin TMII macet banget, nah ini ditambah gratis tiket per orang, YA MEMBLUDAKLAH. Stres abis!

Saya dan Bapake udah males aja, dong. Gila sampai tahun depan kayaknya baru dapat parkir. Hiks. Tapi Kaleb tetap mau ke TMII. Keukeuh banget lah. Sampai 30 menit kami masih stuck tidak jauh dari gerbang masuk. Udah mulai bete. Lalu kemudian saya iseng bilang ke Kaleb, “Kaleb berdoa dong biar kita cepat dapat parkir.” Doa anak kecil biasanya manjur banget, kan.

No kidding. Lima menit kemudian, di dekat pintu keluar, kami lihat ada satu spot kosong. Bener kan, doa anak kecil itu manjur banget. Wohooo!

Ada tukang parkir yang membantu kami parkir. Kami pun hendak memberi tips tapi ditolak olah mas-nya. Wow, ku sungguh amaze karena jarang banget ada tukang parkir yang nolak tips, kan.

Setelah parkir, kami jalan kaki. Sebenarnya belum tahu mau ke mana. Sempat cek ada wahana baru namanya Skyworld, tapi letaknya di mana-nya TMII aja kami nggak tahu. Plus kami bakal jalan ngelilingin TMII. Setelah jalan melewati museum perhubungan, ternyata di sebelahnya adalah Skyworld. Lalu ada banner besar bertuliskan: Buy 1 Get 1 Free. Wah, hari keberuntungan kami!

Tentu saja kami masuk lah. Selain di luar cuaca panas banget, jadi kami butuh yang ber-AC. Saya beli 2 tiket untuk 3 orang. Satu tiket harganya Rp 70.000. Pas saya baru beli tiket tiba-tiba ada orang yang mau bayarin 1 tiket gratisan yang nggak kami pakai. Wah, keberuntungan lagi. Tentu saja kami dengan senang hati ngasihnya.

Nah, Skyworld ini agak membingungkan pintu masuknya di mana. Jadi kami masuk dari pintu keluar yang nggak dijaga orang sama sekali. Jadi kalau ada orang yang nggak beli tiket sih bisa-bisa aja masuk. Beneran deh penjagaan tiketnya nggak ketat. Apa karena hari itu hectic banget banyak orang.

Pertama kami masuk ke Planetarium yang sungguh keren banget. Saya yang orang dewasa aja excited banget lihatnya. Kaleb lebih excited lagi. Setelah dari planetarium, kami ke instalasi tentang planet-planet, astronot, roket, dll. Seru sih pengetahuannya. Apalagi di dalamnya ada satu roket besar yang keren banget. Tapi sebenarnya masih tampak kosong museumnya.

img_20190420_154436

Setelah beres di instalasi kami, kami masuk ke studio 5D. Sebenarnya ini seru banget, tapi kurang all out, ya. Kursinya goyang-goyang sesuai dengan adegan di layar, kacamatanya juga oke lah nggak bikin pusing, tapi efek angin, air, dll-nya nggak ada sama sekali. Jadi sayang banget sih kalau dibilang itu 5D. Plus, AC ruangannya panas banget. Huhu!

img_20190420_154637img_20190420_155235img_20190420_155921

Sebenarnya ada perang bintang pake laser, tapi yang ini bayar lagi per orang, minimal 3 orang. Ya tentu saja kami nggak ikut. Karena Kaleb juga masih terlalu kecil. Di luarnya ada playground. Ada waterplay (jangan lupa bawa baju renang, tapi kalau nggak bawa ada toko yang jualan), lalu ada trampolin. Ini lumayan banget, sih. Tapi Kaleb cuma main perosotannya karena nggak bawa perlengkapan mandi.

Menurut saya untuk harga Rp 70.000, sayang banget arenanya nggak dimaintain dengan baik. Kurang bersih. Bahkan WC-nya aja masa masih ada sisa alat-alat renov-nya. Kan jadi kelihatan kurang rapi.

Setelah dari Skyworld yang nggak membutuhkan waktu lama di dalamnya (jadi jangan ke TMII cuma untuk ke Skyworld aja, ya. Rugi), kami jalan kaki mau masuk ke tunjungan-tunjungan rumah adat. Seingat saya dulu ini salah satu hal yang saya suka dari TMII.

Rumah adat pertama yang kami masuki adalah Sumatera Barat yang penuh buanget sama orang-orang dan jualan emperan. Sampah di mana-mana. *nangis* ASLIK, emosih saya lihat banyak sampah.

Lalu kami ke sebelahnya rumah adat Sumatera Utara. Tentu saja kami langsung heboh karena berasa pulang kampung. Kalau di sini penjualnya lebih sedikit, tapi ada panggung yang lagi nyanyi lagu-lagu Batak. Berasa di kampung banget lah. Lalu kami masuk ke rumah adatnya, sayang juga sih kurang terawat. Suasananya gelap dan kelihatan banget debunya tebal. Sedih.

Kemudian kami ke rumah adat lainnya. Semakin ke pulau Kalimantan, rumah adatnya semakin bersih karena jarang pengunjungnya. Jadi kelihatan masih terawat. Lalu kami nggak sempat ke mana-mana lagi karena udah jam 17.00 dan kebanyakan wahana sudah tutup.

Kesimpulannya: dengan tiket masuk mobil Rp 15.000 dan per orang Rp 20.000 (kalau nggak gratis) sangat nggak worth it (Ancol juga segitu tapi JAUH LEBIH BAGUS). Pertama, SAMPAH DI MANA-MANA. Sedih banget karena tempat sampah itu ada di mana-mana juga. Kedua, penjual di mana-mana dan sesukanya aja buka jualannya. Nggak ada regulasi yang mengatur kayaknya. Ketiga, banyak arenanya yang nggak terawat, udah tua, dan butuh direnovasi lagi. Keempat, orang bisa piknik di mana-mana. Beneran di mana-mana sampe di trotoar juga bisa gelar tikar dan seenaknya tiduran ngalangin orang. Huft. Kelima, tempat parkir yang nggak memadai jadi orang-orang parkir di mana-mana dan jalanan baru nggak macet itu jam 17.00 pas bubaran.

Semoga pemerintah memberi perhatian lebih sama TMII. Sayang banget karena sebenarnya idenya menarik banget. Tapi biar pun begitu, Kaleb super senang ada di TMII. Bahkan keesokan harinya Kaleb ngajak ke TMII lagi. Monmaap Kaleb, nanti aja kalau udah bagusan, ya. Hahaha.

Kaleb Umur 4

Kembali lagi ke cerita ulang tahun Kaleb yang keempat. Wow, time really flies.

Udah sejak lama Kaleb pengen ulang tahunnya dirayakan di sekolah karena dia sering banget kasih kado ulang tahun ke teman-temannya, tapi dia sendiri nggak dapat kado. Jadi alasan dia adalah supaya dapat banyak kado. Hahaha.

Ya tentu saja saya kabulin karena dulu juga waktu sekolah saya nggak pernah dirayain ulang tahunnya di sekolah. Tentu saja saya nggak bisa banget disuruh bikin rencana pesta ulang tahun karena walau capek, tapi saya suka banget prosesnya yang cari ide, mikirin harus kasih apa, desain, gunting, dan tempel. Tema ulang tahun kali ini adalah Cars. Permintaan Kaleb sendiri.

Hal pertama yang saya lakukan adalah cari kue ulang tahun. Saya langsung pilih @cherish_cakesandsnacks karena waktu ulang tahun ke dua Kaleb pernah pesan ke Rere (yang kenalan karena suka baca blognya), jadi sekarang pun pesan lagi. Apalagi sekarang makin kece dengan hiasan-hiasannya.

Lalu kemudian, saya sakit selama 3 minggu dan terbengkalai lah semuanya. Baru enakan banget pas akhir Februari. Dan saya mulai benar-benar bergerak 1,5 minggu sebelum hari H. Btw, saya majuin perayaan ulang tahun Kaleb sehari karena tepat di hari ulang tahunnya adalah hari Sabtu, sekolahnya libur. Akhirnya ngebut banget ngerjainnya.

Nggak bisa kayak tahun lalu yang semuanya benar-benar desain dan bikin sendiri. Tahun ini ada beberapa yang harus direlakan pake vendor karena suami pun lagi lembur terus jadi nggak bisa bantu untuk banyak desain.

Untuk goody bag, saya lagi-lagi ke Pasar Perniagaan untuk beli kantung dan botol minum. Sementara untuk isi cemilan beli di Makro (isinya cuma chiki cokelat, momogi, susu UHT, dan teeny weeny bity). Lalu saya bikin activity book supaya ada faedahnya dikit goody bag-nya. Hihihihi.

Oke lanjut ke hari perayaan di sekolah, ya.

Ulang tahun Kaleb dirayakan jam 11.30, setengah jam sebelum pulang sekolah. Senang deh ulang tahun yang nggak lama-lama gini karena sesungguhnya saya termasuk orang yang nggak tahan ke pesta ulang tahun anak-anak terutama yang musiknya kencang banget dan MC-nya kehebohan. Pusing!

Ketika lagi menyusun kue dan makanan, sungguh terharu banget karena guru-guru Kaleb menghias papan tulis dengan bunting flag bertema Cars juga. Very thoughtful. :’)

Kaleb senang banget hari itu karena dapat banyak kado (seperti harapan dia banget hahaha), semua perhatian tertuju ke dia, dan teman-temannya nyanyiin lagu buat dia. Dan lihat Kaleb bahagia tuh bikin saya jadi merasa ibu paling keren sedunia karena udah bisa mengabulkan permintaannya. :’)

img_20190316_224230_116img_20190316_224230_118img_20190316_224230_117img_20190315_113256img_20190315_111611img_20190315_111614img_20190315_112140img_20190316_085805_114img_20190316_085805_118img_20190317_093551_125img_20190317_093551_126img_20190317_093551_124img_20190317_093551_120img_20190317_093551_130img_20190317_093551_116

Oh ya, karena ulang tahunnya dirayakan sehari lebih dulu jadi semua kado yang diterima baru boleh dibuka besoknya pas tepat hari ulang tahunnya.

Nah, sekarang mau review semua vendor ulang tahun Kaleb.

  1. @cherish_cakesandsnacks. Saya pesan yang rasanya vanilla cheese. Pesanan saya datang tepat waktu dan bagus banget. Paling penting adalah: RASANYA ENAK BANGET. Lembut, tapi nggak kemanisan dan bikin eneg. Saking enaknya cake sebesar itu habis dalam waktu 2 hari aja. Saya yang nggak terlalu suka cake justru ngabisin cake ini paling banyak. Kaleb juga suka banget. Bahkan ibu-ibu teman sekolah Kaleb juga bilang rasanya enak.
  2. @komisushi_id. Saya pesan rice box berisi chicken katsu, mie goreng, dan nasi. Ownernya komunikatif dan responsif banget. Tanpa harus diingetin, pesanan datang tepat waktu. Waktu dicobain, anak-anak suka semua. Bahkan ada yang sampe pengen pesen lagi. Memuaskan banget lah service-nya.
  3. Print Paperie di Tokopedia. Pesan bunting flag (yang akhirnya dipake di rumah saja), kartu undangan, label susu, label botol air mineral di sini semua. PO-nya 1-3 hari. Setelah selesai desain, ia akan mengirimkan ke WA hasilnya dan kalau sudah oke akan langung dicetak. Senangnya pas jadi, semua pesanan saya dilebihkan. Dan yang penting lagi harganya affordable banget.
  4. Desain activity book dan sticker di snacks Kaleb dibuat oleh Bapake (kalau mau dibuatin juga bisa hubungi saya, loh).

 

Sampai jumpa di ulang tahun Kaleb ke-5! 😉

Review: Dilan 1991

 

Walau saya udah jarang nulis blog lagi (maap sungguh Instagram mengalihkan perhatianku, hahahaha), tapi film ini wajib dapat review dari saya. Film yang udah bikin setahun terakhir nggak konsen mau ngapa-ngapain karena bikin baper. #sungguhlebaytapinyata

DILAN 1991

8289cf65dcb7c9f288e032fc074a726c

Sinopsis: Kalau di Dilan 1990 menceritakan kisah Dilan yang pdkt dengan Milea dengan segala keunikan dan kegombalannya yang bikin kita senyum-senyum sendiri bagai anak ABG lagi, di Dilan 1991 ini adalah kisah Dilan dan Milea sesudah pacaran dan konflik yang mereka alami.

Review:

Dulu saya nonton Dilan 1990 sebanyak 4 kali. Senang banget waktu itu efek keluar dari bioskop senyum-senyum bahagia berasa digombalin Dilan. Tapi jeda dari nonton pertama dan nonton berikutnya bisa berhari-hari atau semingguan. Sementara waktu nonton Dilan 1991, begitu keluar bioskop berasa udah kangen lagi dan besoknya saya nonton lagi sama suami. Dan masih kangen lagi sehingga dua hari kemudian nonton lagi. Hahaha. Jadi selama 4 hari penayangan Dilan 1991, saya udah nonton 3 kali. WOW! *tepuk tangan untuk perempuan baper satu ini*

Buat saya Dilan 1991 lebih bagus daripada Dilan 1990. Pertama, sinematografinya jauh lebih memanjakan mata. Gambarnya clear dan penempatan kameranya sungguh kece. Banyak shoot yang bikin kagum. Ada satu scene di mana Dilan Milea lagi naik motor dan berhenti di pinggir jalan. Kameranya ngambil dari belakang motor, lalu tiba-tiba melesat ke depan. Keren banget jadinya. Di 1991 juga nggak ada adegan green screen yang jelek. Semua berjalan smooth. Kekurangan di 1990 benar-benar diperbaiki di 1991.

Tadinya khalayak ramai takut chemistry Iqbaal dan Vanesha akan berubah setelah kericuhan yang terjadi setahun belakangan ini, tapi ternyata chemistry mereka masih bagus banget. Tatap-tatapan mata antara Dilan dan Milea terbaik banget. Kalau kata Ivan Gunawan, tatapannya kayak voucher listrik. Hahaha. Sungguh bikin gemes dan pengen cubit-cubit diri sendiri (ya, kalau nontonnya sendirian). Kemampuan akting Vanesha meningkat pesat. Kalau di 1990, aktingnya masih kaku, nangisnya masih nggak meyakinkan, di 1991 ini aktingnya bagus banget. Ada satu scene di mana Milea nelepon Bunda sambil nangis dan itu nangisnya sesenggukan sampai bikin rasanya pengen peluk dia. Sedih banget. Selain itu, matanya yang sembab sampai kantung matanya kelihatan banget itu sungguh keren, sih. Sementara akting Iqbaal meningkat juga. Small gesture-nya dia bikin kita bisa merasakan emosi dia. Tapiiii, sebagai pemerhati Iqbaal dan Vanesha setahun terakhir, sebenarnya di beberapa scene, saya merasa itu bukan Dilan, tapi Iqbaal karena Dilan tidak seperti itu. Ini nggak terlalu mengganggu karena kalau yang nonton orang awam dan nggak intens merhatiin mereka, nggak akan terlalu berasa juga.

Sebelum kita masuk ke ceritanya, bahas dulu kekurangan di film ini, ya. Pertama, scene Pak guru creepy cukup ganggu dan boleh lah yang itu nggak masuk karena nggak terlalu ngaruh ke cerita. Kedua, wig-nya Bunda kenapa masih ganggu aja, ya? Bisa kali dipilih wig yang lebih bagusan. Ketiga, penempatan product placement agak kasar: Loop belum ada pada masanya, botol Teh Sosro terlalu kekinian karena seingat saya dulu desainnya bukan begitu. Tapi kalau lagi fokus ke filmnya, ya nggak terlalu ganggu gimana juga, sih. Keempat, saya sih udah pasrah dengan pemilihan Andovi sebagai Mas Herdi, tapi mbok ya tolong saya dikasih penjelasan kenapa kancing kemeja Mas Herdi dibuka 3 kancing gitu? Serasa abang angkot banget. Kan saya jadi susah ingin mendalami kenapa Milea akhirnya mau sama Mas Herdi kalau cara berpakaiannya aja bikin kesel.

Sekarang ke ceritanya. Walau saya anaknya receh dan cinta banget sama semua yang manis-manis, tapi saya nggak suka film yang nggak ada konflik berarti. Jadi setelah dipikir-pikir, di 1990 yang bikin saya nggak cepat-cepat nonton lagi karena ya semua berjalan sungguh manis tanpa konflik berarti. Well, tapi namanya pdkt kan pasti yang ditunjukin yang manis-manis, ya. Semua terasa indah kayak di negeri dongeng.

Nah, awalnya saya pikir saya nggak akan nonton berkali-kali 1991 karena banyak konflik yang bikin sedih dan sesak (pasti tahu kalo udah baca novelnya). Tapi ternyata saya salah. Konflik itu yang bikin makin nagih buat saya. Karena perasaannya benar-benar diangkat, lalu dilempar. Saya jadi investasi emosi yang besar di film ini dan akhirnya malah pengen nonton lagi.

Buat saya 1991 lebih real. Ketika kita pacaran, mulai lah kita beradaptasi dengan sifat pacar yang mungkin di masa pdkt kita nggak tahu, berkompromi dengan value-value yang berbeda, dan berusaha mencari jalan ke luar dengan komunikasi. Bisa akhirnya hubungannya makin kuat atau malah jadi berpisah. Dan di 1991 ditunjukin semua itu. Semua konflik itu nggak bisa lagi cuma diatasi dengan sekedar gombalan. Makanya wajar sih kalau di 1991, gombalannya jadi sedikit. Karena ya segombal-gombalnya elo kalau udah pacaran ya kesel juga digombalin mulu kalau lagi serius. Ye kan?

Kalau ada yang bilang Milea kok sering banget nangis? Hm, mungkin yang dipake adalah persepsi diri kita sendiri di usia sekarang dengan pandangan yang lebih matang. Karena kalau bayangin umur 17 tahun, alat komunikasi cuma telepon rumah atau telepon umum (belum ada HP jadi nggak bisa cari tahu lewat last seen, D atau R, dan nggak ada sosmed buat stalking), lalu pacar ketangkep polisi karena tawuran dan dipenjara, paniknya kebayang deh kayak apa. Pengen langsung lihat pacar tapi nggak tahu ke mana, hubungin ke mana, harus ngapain? Yang ada frustasi sendiri dan nangis mengira-ngira apa yang harusnya dia lakukan sih saat keadaan gini. Jadi ya itu respon wajar anak ABG menghadapi konflik sebesar itu. Ngeselin emang hahahaha!

Di 1991 ini scenes favorit saya adalah: SEMUA SCENES DILAN MILEA LAGI PACARAN. Ya ampun gemesnya level pengen karungin dua anak ini dan dibawa pulang ke rumah biar kalau saya lagi bete, saya lihatin aja mereka pacaran dan langsung jadi happy lagi. Hahaha!

Kalau di 1990 saya bagi-bagi gombalan Dilan, di 1991 saya mau bagi-bagi interview promo mereka yang super gemes dan bikin saya ngulang-ngulang 1000 kali nontonnya. Hahaha.

Dan lain-lain banyak banget. Hahaha.

Jadi menurut kalian, berapa kali kah saya akan nonton Dilan 1991?